Senin, 06 Mei 2013

KEGAWATAN DALAM PSIKIATRIK FISIKOPARMAKA

-->
1.    DEFINISI PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka adalah obat-obatan kimia yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf pusat) karena obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi bagian – bagian otak tertentu dan menekan atau mengurangi atau menghilangkan gejala – gejala tertentu pada penderita. Gejala tersebut meliputi : yang berhubungan dengan proses pikir, berhubungan dengan alam perasaan dan emosi, dan perilaku (behaviour), penghayatan pribadi manusia.
Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi:
1. Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat psikofarmaka, lobektomi dan electro convulsi therapy (ECT)
2. Psikoterapeutik 
3. Terapi modalitas 
Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari management psikoterapi. Perawat perlu mamahami konsep umum psikofarmaka. Beberapa hal yang termasuk Neurotransmiter adalah Dopamin,Neuroeprineprin, Serotonin dan GABA (Gama Amino Buteric Acid),dll. Meningkatnya dan menurunnya kadar / konsentrasi neurotransmiter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental. Obat – obatan psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan Neurotransmiter.

2.    KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI
Psikofarmakologi mempunyai beberapa konsep diantaranya adalah sebagai berikut: 
1. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi
2. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka
3. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain
4. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental
5. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan neurotransmitter

Selain konsep psikofarmakologi diatas ada konsep psikofarmakologi yang lain yaitu sebagai berikut:
1. Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat kimia tubuh, mengatur jumlah dan kecepatan zat yang memasuki otak
2. Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi sistem saraf
3. Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap ekstrapiramidal) terjadi akibat penggunaan obat penghambat dopamin, agar didapat keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin
4. Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik) terjadi akibat penggunaan obat penghambat acetilkolin

3.    EFEK PSIKOFARMAKA
Ada dua macam efek dari psikofarmaka yaitu sebagai berikut:
1.         Efek Primer
a)    Merupakan efek klinis terhadap target
b)   Timbul lebih lambat (dibanding efek sekunder)
c)    Digunakan untuk tujuan terapi, disesuaikan dengan gejala yang mjd sasaran terapi
2.        Efek Sekunder
a)    Merupakan efek samping penggunaan psikofarmaka
b)   Muncul lebih dahulu dibanding efek primer
c)    Digunakan untuk tujuan terapi, disesuaikan dengan gejala yang mjd sasaran terapi.

4.    PRINSIP PENATALAKSANAAN PSIKOFARMAKA
Penatalaksanaan psikofarmaka menggunakan prinsip titrasi dosis. Respon terhadap obat psikotropika bersifat individual dan perlu pengaturan secara empirik. Pengaturan dosis dilakukan :
a)    Dosis awal (dosis anjuran)
b)   Dosis efektif (dosis yg mulai berefek supresi gejala sasaran)
c)    Dosis optimal (dosis yg mampu mengendalikan gejala sasaran)
d)   Dosis pemeliharaan (dosis terkecil yg masih mampu mencegah kambuhnya gejala)
Bila sampai jangka waktu tertentu dinilai sudah cukup mantap hasil terapinya, dosis diturunkan secara gradual sampai berhenti pemakaian obat.

5.    ASAS PSIKOFARMAKA
Dalam penggunaan klinis obat psikotropik selalu mempertimbangkan asas manfaat dan resiko. Asas manfaat dan resiko dari psikofarmaka adlah sebagai berikut:
a)      Penggunaan obat psikofarmaka yg rasional à gejala sasaran dapat diredam à memberi peluang untuk integrasi bio-psiko-sosial (dengan terapi psikososial) à pemulihan dari keadaan sakit.
b)      Penggunaan obat psikotropika tidak rasional à Ketergantungan obat à desintegrasi bio-psiko-sosial à hendaya/disabilitas/cacat yang makin lama makin berat.

6.    PENGGOLONGAN OBAT-OBATAN PSIKOFARMAKA
Obat psikofarmaka/ psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan diantaranya: antipsikotis, anti depresi, anti mania, anti ansietas, anti insomnia, anti panik dan anti obsesif kompulsif. Pembagian lainnya dari obat psikitropik antara lain: transquilezer, neuroleptik, antidepressant, dan psikomimetika. Berikut adalah penjelasannya:
1.    Anti Psikotik,
Anti psikotik pemberiannya sering disertai pemberian anti parkinson. Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major transquilizer. Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan.
a)    Mekanisme kerja
Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptordopamine D2. Anti-psikosis “atypical” memblokade reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2 dan beberapa diantaranya juga dapat memblokade dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia nigra) pada sistem limbic, terutama pada striatum dan sistem ekstrapiramidal.
b)   Cara Penggunaan
Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism” di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra muscular (IM) atau Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama vegetable oil 3 dalam bentuk “depot” IM yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor. Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan:
a.    Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
b.    Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
c.    Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
d.   Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping, sehingga tidak menganggu kualitas hidup pasien
Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran -> dinaikkan setiap 2-3 hari -> hingga dosis efektif (sindroma psikosis reda) -> dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan -> dosis optimal -> dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) -> diturunkan setiap 2 minggu -> dosis maintenance -> dipertahankan selama 6 bulan – 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu -> tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) -> stop
Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan mendadak timbul gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 4 cc setiap bulan. Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap skizofrenia. Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu merubah posisi tubuh. Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM). Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi dengan tablet trihexylfenidil 3-4x2 mg/hari.



c)  Efek farmakologi
sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir.
d)  Indikasi pemberian
Pada semua jenis psikosa, kadang untuk gangguan maniak dan paranoid. Untuk obat jenis konvesional biasanya hanya mampu menghilangkan gejala positif saja, tetapi obat jenis atipkal bisa menghilangkan gejala positif dan gejala negatif. Antipsikosik merupakan terapi medis utama dalam menangani skizofrenia untuk mengurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani mania, Tourette’s syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan demensia. Juga dapat dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan depresi delusional. Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan: Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ), Halloperidol disingkat Haldol dan Serenase.
e)    Penggolongan antipsikotika
Antisipkotika (antipsikosis) biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis atau klasik dan obat atypis.
1. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif; pada umumnya dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi sebagai berikut :
a.Derivat-fenotiazin : klorpromazin, levomepromazin dan triflupromazin (Siquil), thioridazin, dan periciazin, perfenazin dan flufenazin, perzin (Taxilan), trifluoperazin, proklorperazin (Stemetil) dan Thietilperazin (Torecan).
b.Derivat – thioxanthen: klorprotixen (Truxal) dan zuklopentixol (Cisordinol)
c.Derivat- butirofenon : haloperidol, bromperidol, pipamperondan droperidol
d.Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen dan penfluridol
2. Antisipsikotika atypis (sulprida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan quetiapin) bekerja efektif melawan simtom negatif, yang praktis kebal terhadap obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dysnesia tarda. Bila penggunaan antipsikotika kurang menghasilkan efek yang diinginkan adakalanya ditambahkan adjuvansi, misalnya suatu antiansietas dan hipnotik-sedatif (contoh : benzodiazepin), antidepresan (contoh : garam litium, antidepresiva trisiklis misalnya amitriptilin) dan antikonvulsi (contoh : karbamzepin):

f)    Efek Samping Antipsikotik
Efek samping antipsikotik yaitu sebagai berikut:
a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
1). Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkinsonisme: Tremor: paling jelas pada saat istirahat, Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat berjalan, dan Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku).
2). Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol
3). Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal).
4). Tardive dyskinesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah, mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect 
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah:
1)   Mulut kering
2)   Konstipasi
3)   Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia
4)   Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergik
5)   Kongesti/sumbatan nasal

g)   Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran
h)   Cara pemberian obat golongan antipsikotik
a.    Golongan Antipsikotik Klasik (Typis)
Contoh:
1.    Trifluoperazin
·      Dosis obat : ekivalensi 5 mg
·      Batasan dosis rumataan : 10-80 mg/hari
·      Bentuk yang tersedia: Tablet (1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg), Konsentrat 10 ml, Suntikan (IM) : 0,25 ml, 1,25 ml, 5 ml, 10 ml
2.    Haloperidol
·      Dosis obat: 2 mg
·      Batasan dosis rumatan: 5-100 mg
·      Bentuk yang tersedia: Tablet (0,5 mg, 1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg, 20 mg, Konsentrat: 2 ml dan Eliksir : 50 ml
b.    Golongan Antipsikotik Atypis
Contoh :
1.    Klozapin
·      Dosis obat : 100 mg
·      Batasan dosis rumatan : 300-600 mg
·      Bentuk yang tersedia : tablet 25 mg, 100 mg

2.    Anti Depresi
Kelainan depresi mayor dan kelainan distimik merupakan dua tipe kelainan depresi yang tercantum pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Gambaran penting  pada kelainan depresi mayor adalah keadaan klinis yang ditandai dengan satu lebih episode depresi tanpa riwayat mania, gabungan depresi mania, atau hipomania. Kelainan distimik adalah gangguan suasana hati (mood) kronis yang melibatkan depresi suasana hati dan sekurangnya dua gejala lain, dan kelaianan ini pada umumnya lebih ringan dibandingkan kelaiana depresi mayor. Untuk mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi dapat di gunakan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi, namun dalam hal ini yang akan di bahas adalah terapi farmakologi yaitu dengan penggunaan obat anti depresan.
Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic neurotransmitter seperti: norepinefrin (NE), serotonin (5-HT), dopamin (DA) pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem limbik. Sinonim antidepresan adalah thimoleptika atau psikik energizer. Umumnya yang digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin)
1)   Mekanisme kerja obat:
a)    Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter
b)   Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter 
c)    Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.
2)   Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan mengalami proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor) reversibel.
3)   Efek farmakologi dan Indikasi
Efek farmakologi : mengurangi gejala depresi, sebagi penenang 
Indikasi: syndroma depresi, Obat –obatan ini biasanya digunakan dalam terapi gangguan depresif mayor, gangguan panik, dan gangguan ansietas lain, depresi bipolar,dan depresi psikotik. Obat-obatan ini sangat bermanfaat untuk pengobatan gejala depresi seperti mutisme , hipoaktif dan disforik. Disamping itu bisa untuk mengobati keadaan panic, enurises, pada anak dengan gangguan perhatian, bumilia narkolepsi dan ,obsesi kumpulsif. Anti depresan ini berinteraksi dengan dua neurotransmiter, norepinefrin,dan serotonin yang mengatur mood, keinginan perhatian, proses sensori, dan nafsu makan.
4)   Penggolongan abat antidepresan
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-A), seperti : moclobemide.
4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
5.Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram
Jenis obat yang sering digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor, amitriptyline (nama dagang).
5)   Efek samping:
Efek samping dari obat anti depresi yaitu efek samping kolinergik (efek samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.
SSRI : nausea, sakit kepala
MAOI : interaksi tiramin
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic syndrome dengan
gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium, confusion dan
disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
a.       Gastric lavage
b.      Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
c.       Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat diulangi setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.
d.      Monitoring EKG
6)        Kontraindikasi
Penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsy
7)   Cara pemberian obat golongan antidepresi: Antidepresan Trisiklik
Nama Obat : Amitriptilin
Rentang dosis dewasa yang lazim : 50-300 mg / hari
Cara pemberian : PO, IM
Sediaan beredar: limbritol (valeant combiphar), mutabon D (Schering-Plough), mutabon M (Schering-Plough).

3.    Anti Mania
Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators, mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat. Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.
a.    Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja obat antimania yaitu: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin serta  meningkatkan ”cholinergic muscarinic activity” dan menghambat ” cyclic AMP” (adenosine monophospat).
b.    Cara Penggunaan Obat
Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat. Pada gangguan afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi diberi litium karbonat sebagai obat profilaks. Daapt mengurangi frekwensi, berat dan lamanya suatu kekambuahan. Bila penggunaan obat litium karbonat tidak memungkinkaan dapat digunakan karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut dan profilaks serangan sindroma mania pada gangguan afektif bipolar. Pada ganguan afektif unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga denagn obat antidepresi SSRI yang lebih ampuh daripada litium karonat. Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau pasien gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil sampeel darah pagi
hari, yaitu sebelum makan obat dan sekitar 12 jam setelah dosis petang.
c.    Efek farmakologi
Mengurangi agresivitas, tidak menimbulkan efek sedatif, mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea 
d.   Indikasi 
Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan obat antipsikotik. Obat-obat ini berguna untuk menghilangkan gejala manik seperti logorhoe, hiperaktive euforia.
e.    Efek samping:
1)   Efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.
2)   Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga menambah keadaan oedema.
3)   Gejala intoksikasi
- Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi
pikiran menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, berjalan
tidak stabil
- Dengan semangkin beratnya intoksikasi terdapat gejala : kesadaran
menurun, oliguria, kejang-kejang
- Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah
4)   Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
- Demam (berkeringat berlebihan)
- Diet rendah garam
- Diare dan muntah-muntah
- Diet untuk menurunkan berat badan
- Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat anti inflamasi non
Steroid
5) Tindakan mengatasi intoksikasi lithium
- Mengurangi faktor predisposisi
- Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan secara IV
sebanyak 10 ml
6)   Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang faktor
predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus
diimbangi dengan minum lebih banyak, mengenali gejala dan intoksikasi dan kontrol rutin
f.     Macam-macam obat anti mania
Macam-macam obat anti mania yaitu sebagai berikut:
No
Nama generik
Sediaan
Dosis anjuran
1.
Lithium carbonte

250-500 mg
2.
Haloperidol

Tab 0,5 mg,2 mg, 5 mg
Liq 2 mg/hr
Injk 5 mg/ml
4,5-15 mg
3.
Carbamazepine

Tab 200 mg
400-600 mg/hr
2-3 x/hr

g.    Kontra Indikasi
Wanita hamil

4.    Anti Cemas (Anti Ansietas)
Ansietas (gangguan kecemasan) meliputi suatu kumpulan gangguan dimana kecemasan (ansietas) dan gejala lainnya yang terkait yang tidak rasional dialami pada suatu tingkat keparahan sehingga mengganggu aktivitas/ pekerjaan. Ciri-ciri khasnya yaitu perasaan cemas dan sifat menghindar. Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah diazepam atau klordiazepoksid. Obat anti ansietas ini memberi khasiat menghilangkan rasa cemas melalui penguatan inhibitor GABA (gama acid amino biturat). GABA adalah neurotransmiter inhibitor utama di sistem saraf pusat (SSP), Sehingga obat ini akan memberi terapi pada kasus- kasus:
a)    Gangguan cemas umum (generalized anxiety disorder)
b)   Cemas karena stress pascatrauma
c)    Gangguan tidur/ insomnia
d)   Phobia
e)    Cemas karena PTS (pascatraumatic stress)
f)    Cemas dengan kondisi medik
g)   Cemas karena tindakan medis
h)   Gangguan kejang
i)     Histeria

1)   Mekanisme kerja
Sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitasndari system limbic yang terdiri dari dopaminergic, nonadrenergic, seretonnergic yang dikendalikan oleh GABA ergic yang merupakan suatu inhibitory neurotransmitter. Obat antiansietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya yang akan meng-inforce the inhibitory action of GABA neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda.
2)   Cara Pengguanan
Klobazam untuk pasien dewasa dan pada usia lanjut yang ingin tetap aktif
Lorazepam untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati atau ginjal
Alprazolam efektif untuk ansietas antosipatorik, mula kerja lebih cepat dan mempunyai komponen efek antidepresan.
Sulpirid 50 efektif meredakan gejala somatic dari sindroma ansietas dan paling kecil resiko ketergantungan obat.
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x dosis awal setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8 mingu. Terakhir lakukan tapering off. Pemberian obat tidak lebih dari 1-3 bulan pada sindroma ansietas yang disebabkan factor eksternal.
3)        Efek samping
·      Sedasi ( rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerka psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah)
·      Relaksasi otot ( rasa lemas, cepat lelah dan lain-lain)
·      Potensi menimbulkan ketergntungan lebih rendah dari narkotika
·      Potensi ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis trerakhir berlangsung sangat singkat.
·      Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat, pasien menjadi iritabel, bingung, gelisah, insomania, tremor, palpitasi, keringiat dingin, dan konvulsi.
4)        Kontra Indikasi
Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma, miastenia gravis, insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati kronik. Pada pasien usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxal reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas, disinhibisi, spasitas oto meningkat dan gangguan tidur. Ketergantungan relatif sering terjadi pada individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalagunaan obat atau unstable personalities. Untuk mengurangi resiko ketergantungan obat, maksimum lama pemberian 3 bulan dalam rentang dosis terapeutik
5)        Penggolongan obat anti cemas
No.
Nama generik
Golongan
Sediaan
Dosis anjuran
1.
Diazepam
Benzodiazepin
Tab 2- 5 mg
Peroral 10-30mg/hr,2-3
x/hari
Paenteral
IV/IM
2-10 mg/kali,
setiap 3-4 jam
2.
Klordiazepoksoid
Benzodiazepin
Tab 5 mg
Kap 5 mg
15-30 mg/hari
2-3 x/sehari
3.
Lorazepam
Benzodiazepin
Tab 0,5-2 mg
2-3 x 1 mg/hr
4
Clobazam
Benzodiazepin
Tab 10 mg
2-3 x 10
mg/hr
5.
Brumazepin
Benzodiazepin
Tab 1,5-3-6 mg
3 x 1,5 mg/hr
6.
Oksazolom
Benzodiazepin
Tab 10 mg
2-3 x 10 mg/hr
7.
Klorazepat

Benzodiazepin
Cap 5-10mg
2-3 x 5 mg /
hr
8.
Alprazolam
Benzodiazepin
Tab 0,25-0,5-
1 mg
3 x 0,25-0,5 mg/hr
9.
Prazepam
Benzodiazepin
Tab 5 mg
2-3 x 5 mg/hr
10.
Sulpirid
NonBenzodiazepin
Cap 50 mg
100-200 mg/hari
11.
Buspiron
NonBenzodiazepin
Tab 10 mg
15-30 mg/hari

5.    Anti-Insomnia
Sinonimnya adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya adalah fenobarbital.
a)    Mekanisme kerja
b)   Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang berperan dalam memperantarai proses tidur.
c)    Cara Penggunaan
·      Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur.
·      Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat.
·      Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan untuk menghidari oversedation dan intoksikasi. Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar risiko ketergantungan kecil.
d)   Efek samping
Efek samping dari obat anti insomnia yaitu: supresi SSP pada saat tidur, Rebound Phenomen. Disinhibiting efect yang menyebabkan perilaku penyerangan dan ganas pada penggunaan golongan benzodiazepine dalam waktu yang lama
e)    Kontra indikasi
Kontra indikasi dari obat insomnia yaitu: Sleep apnoe syndrome, Congestive heart failure, Chronic respiratory disease dan wanita hamil dan menyusui
f)    Penggolongan obat anti insomnia
No
Nama generik
Golongan
Sediaan
Dosis anjuran
1.
Nitrazepam

Benzodiazepin
Tab 5 mg
Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
2.
Triazolam

Benzodiazepin
Tab 0,125 mg

Tab 0,250 mg

Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
3.
Estazolam
Benzodiazepin
Tab 1 mg
Tab 2mg

1-2 mg/malam
4.
Chloral hydrate

Non-
Benzodiazepin
Soft cap 500 mg
1-2 cap, 15-30
menit sebelum
tidur


6.    Obat anti Obsesif-Kompulsif
Dalam membicarakan obat anti obsesi kompulsi yang menjadi acuan adalah klomipramin. Obat anti obsesi kompulsi dapat digolongkan menjadi :
1. Obat anti obsesi kompulsi trisiklik, contoh klomipramin
2. Obat anti obsesi kompulsi SSRJ, contoh sentralin, paroksin, flovokamin,
Fluoksetin
No.
Nama Generik
Sediaan
Dosis anjuran
1.
Clompramine
Tab 25 mg
75-200 mg/hr
2.
Fluvoxamine
Tab 50 mg
100-200 mg/hr
3.
Sertraline
Tab 50 mg
50-150 mg/hr
4.
Fluxetine

Cap 20 mg,
Caplet 20 mg
20-80 mg/hr
5
Paroxetine
Tab 20 mg
40-60 mg/ hr

a.    Mekanisme kerja
Menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.
b.    Cara penggunaan
Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah klomipramin. Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI dimana efek samping relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah klomopramin mulai dengan 25-50 mg /hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari sampai tercaapi dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari). Dosis pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual, klomipramin sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum dihentikan lakukan pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon dapat terlihat dalam 1-2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2- 3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari
7.      Obat Anti panik
Dalam membicarakan antipanik yang menjadi obat acuan adalah imipramin
No.
Nama generik
Sediaan
Dosis anjuran
1.
Imipramin
Tab 25 mg
75-150 mg/hr
2.
Clomipramin
Tab 25 mg
75-150 mg/hr
3.
Alprazol
Tab 0,25 mg, 0,5 mg,
1 mg
2-4 mg/hr
4.
Moclobemid
Tab 150 mg
300-600 mg/hr
5.
Sertralin
Tab 50 mg
50-100 mg/hr
6.
Fluoxetin
Cap dan caplet 20
mg
20-40 mg/hr
7.
Parocetin
Tab 20 mg
20-40 mg/hr
8.
Fluvoxamine
Tab 50 mg
50-100 mg/hr

a.       Mekanisme kerja
Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di
SSP. Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada
celah sinaptik antar neuron
b.      Cara Penggunaan Obat
Golongan SSRI mempunyai efek samping yang lebih ringan
Alprozolam merupakan obat yang paling kurang toksiknya dan onset kerjanya
lebih cepat
c.       Efek samping obat
Efek samping obat anti panik yaitu: mengantuk, sedasi, kewaspadaan berkurang Neurotoksik
d.      Lama Pemberian Obat
Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6-12
bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi
penderita sudah memungkinkan
Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh.
Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun. Setelah itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.

7.    KEWASPADAAN PERAWAT
Dalam memberikan terapi psikofarmaka sering menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu perawat harus mewaspadai setelah obat masuk kedalam tubuh pasien , Sebagai berikut:
1). Kewaspadaan pada Obat anti psikotik;
a.    Kebutuhan individu sangat bervariasi
b.    Gejala akan mereda setelah diberi obat 3 hari sampai 2 minggu
c.    Beberapa jenis skizofrenia butuh obat sepanjang hidupnya
d.   EPS dan diskinesia Tardif bisa terjadi sebagai efek samping.
e.    Terjadinya efek agranulosis
f.     Obesitas
2). Kewaspadaan Obat anti depresan:
a.    Obat anti depresan bisa letal pada dosis yang berlebih
b.    Efek mengantuk
c.    Mulut kering
3). Kewaspadaan Obat anti mania :
a.    Lithium karbonat sangat toxik dan lethal oleh sebab itu perlu pemantauan ketat setiap waktu tertentu diperiksa laborat kandungan garam litium dalam tubuh pasien.
b.    Carbamecepim dapat menimbulkan steven jhonson
4). Kewaspadaan Obat anti cemas :
a.  Efek adiksi sangat kuat
b. Efek mengantuk
c.  Masalah –masalah memori

8.      MENGATASI EFEK SAMPING OBAT
Untuk mengatasi efek samping obat ada beberapa hal yang dapat perawat lakukan yaitu sebagi berikut:
1)      Untuk adanyanya gejala EPS diberikan injeksi Diphenhydramin 2 cc dan sulfas atropin 1ampul.
2)      Untuk adanya timbul adiksi dilakukan tapering off.
3)      Untuk efek sedasi diberi nasehat tidak boleh menjalankan mesin/
4)      Untuk mencegah adanya diskinesia tardive dengan hati-hati pemberian dosis yang meningkat terutama obat anti psikotik.
5)      Untuk mendeteksi ambang letal di periksa laborat tiap 3 bulan

9.    PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi psikofarmakologis yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatan holistic pada asuhan pasien
1)   Pengumpulan data sebelum pengobatan, meliputi:
a.    Diagnosa medis
b.    Riwayat penyakit
c.    Riwayat pengobatan
d.   Hasil pemeriksaan laboratorium (yang berkaitan)
e.    Jenis obat yang digunakan, dosis, cara dan waktu pemberian
f.  Program terapi lain
g.    Mengkombinasikan obat dengan terapi modalitas
h.    Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga, tentang pentingnya minum obat dan penanganan efek samping obat
i. Monitor efek samping penggunaan obat 
2)   Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka
1. Persiapan
a)    Melihat order pemberian obat di lembaran obat (di status)
b)   Kaji setiap obat yang akan diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat, dosis, efek samping dan cara pemberian/
c)    Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
d)   Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
2. Lakukan minimal prinsip lima benar dalam pemberian obat 
3. Laksanakan program pemberian obat 
a)    Gunakan pendekatan tertentu 
b)   Bantu klien minum obat, jangan ditinggal 
c)    Pastikan bahwa obat telah diminum 
d)   Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai aspek legal
4. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui program rujukan
5. Menyesuaikan dengan terapi non farmakologik
6. Turut serta dalam penelitian tentang obat-obat psikofarmaka
3)   Evaluasi
Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugas terakhir yang penting harus di lakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi obat efektif jika :
a.       Emotional Stabil
b.      Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
c.       Halusinasi,Agresi,Delusi,Menarik diri menurun
d.      Prilaku Mudah di arahkan
e.       Proses Berpikir ke Arah Logika
f.       Efek Samping Obat
g.      Tanda – tanda Vital













                                    
DAFTAR PUSTAKA

Elin.Prof.Dr.dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
Isaacs, Ann.2005.Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Praktek. Edisi 3.Jakarta:EGC