1. DEFINISI PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka adalah
obat-obatan kimia yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental.
Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuroleptika
(bekerja pada sistem saraf pusat) karena obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi
bagian – bagian otak tertentu dan menekan atau mengurangi atau menghilangkan
gejala – gejala tertentu pada penderita. Gejala tersebut meliputi : yang
berhubungan dengan proses pikir, berhubungan dengan alam perasaan dan emosi,
dan perilaku (behaviour), penghayatan pribadi manusia.
Pengobatan pada
gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi:
1. Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat
psikofarmaka, lobektomi dan electro convulsi therapy (ECT)
2.
Psikoterapeutik
3. Terapi modalitas
Psikofarmakologi
adalah komponen kedua dari management psikoterapi. Perawat perlu mamahami
konsep umum psikofarmaka. Beberapa hal yang termasuk Neurotransmiter adalah
Dopamin,Neuroeprineprin, Serotonin dan GABA (Gama Amino Buteric Acid),dll. Meningkatnya
dan menurunnya kadar / konsentrasi neurotransmiter akan menimbulkan kekacauan
atau gangguan mental. Obat – obatan psikofarmaka efektif untuk mengatur
keseimbangan Neurotransmiter.
2. KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI
Psikofarmakologi
mempunyai beberapa konsep diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Psikofarmakologi
adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi
2. Perawat perlu
memahami konsep umum psikofarmaka
3. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin,
neuroepinefrin, serotonin dan GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan lain-lain
4. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi
neurotransmitter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental
5. Obat-obat
psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan neurotransmitter
Selain konsep
psikofarmakologi diatas ada konsep psikofarmakologi yang lain yaitu sebagai
berikut:
1. Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat
kimia tubuh, mengatur jumlah dan kecepatan zat yang memasuki otak
2. Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah
otak, sehingga dapat mempengaruhi sistem saraf
3. Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap
ekstrapiramidal) terjadi akibat penggunaan obat penghambat dopamin, agar
didapat keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin
4. Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik)
terjadi akibat penggunaan obat penghambat acetilkolin
3. EFEK PSIKOFARMAKA
Ada dua macam efek dari psikofarmaka yaitu sebagai berikut:
1.
Efek Primer
a)
Merupakan efek klinis
terhadap target
b)
Timbul lebih lambat
(dibanding efek sekunder)
c)
Digunakan untuk tujuan
terapi, disesuaikan dengan gejala yang mjd sasaran terapi
2.
Efek Sekunder
a)
Merupakan efek samping
penggunaan psikofarmaka
b)
Muncul lebih dahulu
dibanding efek primer
c)
Digunakan untuk tujuan
terapi, disesuaikan dengan gejala yang mjd sasaran terapi.
4. PRINSIP PENATALAKSANAAN PSIKOFARMAKA
Penatalaksanaan
psikofarmaka menggunakan prinsip titrasi dosis. Respon terhadap obat psikotropika bersifat individual dan perlu pengaturan
secara empirik. Pengaturan dosis dilakukan :
a) Dosis awal (dosis anjuran)
b) Dosis efektif (dosis yg mulai berefek supresi gejala sasaran)
c) Dosis optimal (dosis yg mampu mengendalikan gejala sasaran)
d) Dosis
pemeliharaan (dosis terkecil yg masih mampu mencegah kambuhnya gejala)
Bila sampai
jangka waktu tertentu dinilai sudah cukup mantap hasil terapinya, dosis
diturunkan secara gradual sampai berhenti pemakaian obat.
5. ASAS PSIKOFARMAKA
Dalam
penggunaan klinis obat psikotropik selalu mempertimbangkan asas manfaat dan
resiko. Asas manfaat dan resiko dari psikofarmaka adlah sebagai berikut:
a) Penggunaan obat psikofarmaka yg
rasional à gejala sasaran dapat diredam à memberi peluang untuk integrasi
bio-psiko-sosial (dengan terapi psikososial) Ã pemulihan dari keadaan sakit.
b) Penggunaan
obat psikotropika tidak rasional Ã
Ketergantungan obat à desintegrasi
bio-psiko-sosial Ã
hendaya/disabilitas/cacat yang makin lama makin berat.
6. PENGGOLONGAN OBAT-OBATAN PSIKOFARMAKA
Obat psikofarmaka/ psikotropika dibagi menjadi
beberapa golongan diantaranya: antipsikotis, anti depresi, anti mania, anti
ansietas, anti insomnia, anti panik dan anti obsesif kompulsif. Pembagian
lainnya dari obat psikitropik antara lain: transquilezer, neuroleptik,
antidepressant, dan psikomimetika. Berikut adalah penjelasannya:
1. Anti Psikotik,
Anti psikotik pemberiannya sering disertai pemberian anti parkinson. Anti-psikosis
disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major transquilizer. Salah
satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951
sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat
kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan
ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan.
a) Mekanisme kerja
Semua
obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade reseptor
dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan histamin.
Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak terlalu
selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptordopamine
D2. Anti-psikosis “atypical” memblokade reseptor dopamine dan juga
serotonin 5HT2 dan beberapa diantaranya juga dapat
memblokade dopamin dalam otak (di ganglia
dan substansia nigra) pada sistem limbic, terutama pada
striatum dan sistem ekstrapiramidal.
b) Cara
Penggunaan
Umumnya
dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism” di hepar.
Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra muscular
(IM) atau Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis
(seperti haloperidol dan flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama vegetable
oil 3 dalam
bentuk “depot” IM yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih
mudah untuk dimonitor. Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan
gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Penggantian obat
disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu tidak
memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu memadai,
dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis
tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir
dengan baik, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Dalam pemberian
dosis, perlu dipertimbangkan:
a. Onset
efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
b. Onset
efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
c. Waktu
paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
d. Dosis
pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping, sehingga tidak
menganggu kualitas hidup pasien
Mulailah
dosis awal dengan dosis anjuran -> dinaikkan setiap 2-3
hari -> hingga dosis efektif
(sindroma psikosis reda) ->
dievaluasi
setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan -> dosis
optimal -> dipertahankan sekitar
8-12 minggu (stabilisasi) -> diturunkan setiap
2 minggu -> dosis
maintenance ->
dipertahankan
selama 6 bulan – 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu -> tapering off (dosis
diturunkan tiap 2-4 minggu) ->
stop
Obat
anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika
dihentikan mendadak timbul gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung,
mual, muntah, diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan
anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet
trihexylfenidil 3x2 mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau tidak efektif dengan
medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 4 cc setiap bulan.
Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan
terhadap
skizofrenia. Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu
merubah posisi tubuh. Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin
(effortil IM). Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan
diatasi dengan tablet trihexylfenidil 3-4x2 mg/hari.
c) Efek farmakologi
sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat
efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses
berpikir.
d) Indikasi pemberian
Pada semua jenis psikosa, kadang untuk gangguan maniak dan paranoid. Untuk
obat jenis konvesional biasanya hanya mampu menghilangkan gejala positif saja,
tetapi obat jenis atipkal bisa menghilangkan gejala positif dan gejala negatif.
Antipsikosik merupakan terapi medis utama dalam menangani skizofrenia untuk
mengurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif
dalam mencegah kekambuhan. Major
transquilizer juga efektif dalam menangani mania,
Tourette’s syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan
demensia. Juga dapat dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan depresi
delusional. Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:
Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ), Halloperidol disingkat Haldol dan
Serenase.
e) Penggolongan antipsikotika
Antisipkotika
(antipsikosis) biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis atau
klasik dan obat atypis.
1. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif; pada
umumnya dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi sebagai berikut :
a.Derivat-fenotiazin :
klorpromazin, levomepromazin dan triflupromazin (Siquil), thioridazin, dan
periciazin, perfenazin dan flufenazin, perzin (Taxilan), trifluoperazin,
proklorperazin (Stemetil) dan Thietilperazin (Torecan).
b.Derivat –
thioxanthen: klorprotixen (Truxal) dan zuklopentixol (Cisordinol)
c.Derivat- butirofenon
: haloperidol, bromperidol, pipamperondan droperidol
d.Derivat-butilpiperidin
: pimozida, fluspirilen dan penfluridol
2. Antisipsikotika atypis (sulprida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan
quetiapin) bekerja efektif melawan simtom negatif, yang praktis kebal terhadap
obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan
ekstrapiramidal dan dysnesia tarda. Bila penggunaan antipsikotika kurang
menghasilkan efek yang diinginkan adakalanya ditambahkan adjuvansi, misalnya
suatu antiansietas dan hipnotik-sedatif (contoh : benzodiazepin), antidepresan
(contoh : garam litium, antidepresiva trisiklis misalnya amitriptilin) dan
antikonvulsi (contoh : karbamzepin):
f) Efek Samping Antipsikotik
Efek samping antipsikotik yaitu sebagai berikut:
a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
1). Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias
gejala parkinsonisme: Tremor: paling jelas pada saat istirahat, Bradikinesia:
muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat berjalan, dan Rigiditas:
gangguan tonus otot (kaku).
2). Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa
juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak
terkontrol
3). Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti
adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan
gerakan mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa
ilang/kembali normal).
4). Tardive dyskinesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan
jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan
involunter yang berulang pada lidah, wajah, mulut/rahang, anggota gerak seperti
jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side
efect
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek
samping anti kolinergik adalah:
1) Mulut kering
2)
Konstipasi
3)
Pandangan kabur: akibat
midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan
presbiopia
4)
Hipotensi orthostatik,
akibat penghambatan reseptor adrenergik
5)
Kongesti/sumbatan nasal
g) Kontraindikasi
Penyakit
hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi,
ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran
h) Cara pemberian obat golongan antipsikotik
a. Golongan Antipsikotik Klasik (Typis)
Contoh:
1. Trifluoperazin
·
Dosis obat : ekivalensi
5 mg
·
Batasan dosis rumataan
: 10-80 mg/hari
·
Bentuk yang tersedia:
Tablet (1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg), Konsentrat 10 ml, Suntikan (IM) : 0,25 ml,
1,25 ml, 5 ml, 10 ml
2. Haloperidol
·
Dosis obat: 2 mg
·
Batasan dosis rumatan: 5-100
mg
·
Bentuk yang tersedia: Tablet
(0,5 mg, 1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg, 20 mg, Konsentrat: 2 ml dan Eliksir : 50 ml
b. Golongan Antipsikotik Atypis
Contoh :
1. Klozapin
·
Dosis obat : 100 mg
·
Batasan dosis rumatan :
300-600 mg
·
Bentuk yang tersedia :
tablet 25 mg, 100 mg
2. Anti Depresi
Kelainan depresi mayor
dan kelainan distimik merupakan dua tipe kelainan depresi yang tercantum pada
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Gambaran penting pada kelainan depresi mayor adalah keadaan
klinis yang ditandai dengan satu lebih episode depresi tanpa riwayat mania,
gabungan depresi mania, atau hipomania. Kelainan distimik adalah gangguan
suasana hati (mood) kronis yang melibatkan depresi suasana hati dan sekurangnya
dua gejala lain, dan kelaianan ini pada umumnya lebih ringan dibandingkan
kelaiana depresi mayor. Untuk mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi
dapat di gunakan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi, namun dalam hal
ini yang akan di bahas adalah terapi farmakologi yaitu dengan penggunaan obat
anti depresan.
Hipotesis: syndroma
depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic
neurotransmitter seperti: norepinefrin (NE), serotonin (5-HT), dopamin (DA)
pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem limbik.
Sinonim antidepresan adalah thimoleptika atau psikik energizer. Umumnya yang
digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin, amitriptilin,
dothiepin dan lofepramin)
1) Mekanisme kerja obat:
a)
Meningkatkan
sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter
b)
Menghambat re-uptake aminergik
neurotransmitter
c)
Menghambat penghancuran
oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah
aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.
2) Cara
Penggunaan
Umumnya
bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan mengalami proses
first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang timbul dalam
waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan dan sedang,
pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Langkah
1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah
2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah
3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor) reversibel.
3) Efek farmakologi dan Indikasi
Efek farmakologi : mengurangi gejala depresi, sebagi penenang
Indikasi: syndroma depresi, Obat –obatan ini biasanya digunakan dalam
terapi gangguan depresif mayor, gangguan panik, dan gangguan ansietas lain,
depresi bipolar,dan depresi psikotik. Obat-obatan ini sangat bermanfaat untuk
pengobatan gejala depresi seperti mutisme , hipoaktif dan disforik. Disamping
itu bisa untuk mengobati keadaan panic, enurises, pada anak dengan gangguan
perhatian, bumilia narkolepsi dan ,obsesi kumpulsif. Anti depresan ini
berinteraksi dengan dua neurotransmiter, norepinefrin,dan serotonin yang mengatur
mood, keinginan perhatian, proses sensori, dan nafsu makan.
4)
Penggolongan abat
antidepresan
Pada
farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam
beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan
opipramol.
2. Golongan
tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine
Oxsidase-A), seperti : moclobemide.
4. Golongan
atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
5.Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake
Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan
citalopram
Jenis obat yang sering digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor,
amitriptyline (nama dagang).
5) Efek samping:
Efek samping dari obat
anti depresi yaitu efek samping kolinergik (efek samping terhadap sistem saraf
perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi
orthostatik.
SSRI : nausea, sakit kepala
MAOI : interaksi tiramin
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine
toxic syndrome dengan
gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi,
konvulsi, delirium, confusion dan
disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya:
a. Gastric
lavage
b. Diazepam
10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
c. Postigmin
0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat diulangi setiap 30-40
menit hingga gejala mereda.
d. Monitoring
EKG
6)
Kontraindikasi
Penyakit
jantung koroner, Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi
hati, epilepsy
7) Cara pemberian obat golongan antidepresi: Antidepresan Trisiklik
Nama Obat :
Amitriptilin
Rentang dosis dewasa
yang lazim : 50-300 mg / hari
Cara pemberian : PO, IM
Sediaan beredar:
limbritol (valeant combiphar), mutabon D (Schering-Plough), mutabon M
(Schering-Plough).
3.
Anti Mania
Obat anti mania
mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators, mood stabilizers dan
antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang menjadi acuan adalah litium
karbonat. Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor
amine.
a.
Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja obat
antimania yaitu: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas
reseptor dopamin serta meningkatkan
”cholinergic muscarinic activity” dan menghambat ” cyclic AMP” (adenosine
monophospat).
b. Cara
Penggunaan Obat
Pada
mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat. Pada gangguan
afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi diberi litium karbonat
sebagai obat profilaks. Daapt mengurangi frekwensi, berat dan lamanya suatu
kekambuahan. Bila penggunaan obat litium karbonat tidak memungkinkaan dapat
digunakan karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut dan
profilaks serangan sindroma mania pada gangguan afektif bipolar. Pada ganguan
afektif unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga denagn obat antidepresi SSRI
yang lebih ampuh daripada litium karonat. Dosis awal harus lebih rendah pada
pasien usia lanjut atau pasien gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal.
Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil sampeel darah pagi
hari, yaitu sebelum
makan obat dan sekitar 12 jam setelah dosis petang.
c. Efek farmakologi
Mengurangi agresivitas,
tidak menimbulkan efek sedatif, mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan
adanya flight of idea
d. Indikasi
Mania dan hipomania,
lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania dengan kondisi berat pemberian
obat anti mania dikombinasi dengan obat antipsikotik. Obat-obat ini berguna
untuk menghilangkan gejala manik seperti logorhoe, hiperaktive euforia.
e. Efek samping:
1) Efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada
awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.
2) Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang
koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah
lithium, sehingga menambah keadaan oedema.
3) Gejala
intoksikasi
- Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar,
mengantuk, kosentrasi
pikiran menurun, bicara sulit,
pengucapan kata tidak jelas, berjalan
tidak stabil
- Dengan semangkin beratnya intoksikasi terdapat
gejala : kesadaran
menurun, oliguria, kejang-kejang
- Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam
darah
4) Faktor
predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
- Demam (berkeringat berlebihan)
- Diet rendah garam
- Diare dan muntah-muntah
- Diet untuk menurunkan berat badan
- Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat
anti inflamasi non
Steroid
5) Tindakan mengatasi intoksikasi lithium
- Mengurangi faktor predisposisi
- Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl
diberikan secara IV
sebanyak 10 ml
6) Tindakan
pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang faktor
predisposisi, minum
secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus
diimbangi dengan minum
lebih banyak, mengenali gejala dan intoksikasi dan kontrol rutin
f. Macam-macam obat anti mania
Macam-macam obat anti
mania yaitu sebagai berikut:
No
|
Nama generik
|
Sediaan
|
Dosis anjuran
|
1.
|
Lithium carbonte
|
250-500
mg
|
|
2.
|
Haloperidol
|
Tab 0,5 mg,2
mg, 5 mg
Liq 2 mg/hr
Injk
5 mg/ml
|
4,5-15
mg
|
3.
|
Carbamazepine
|
Tab
200 mg
|
400-600 mg/hr
2-3 x/hr
|
g. Kontra
Indikasi
Wanita hamil
4. Anti Cemas (Anti Ansietas)
Ansietas (gangguan
kecemasan) meliputi suatu kumpulan gangguan dimana kecemasan (ansietas) dan
gejala lainnya yang terkait yang tidak rasional dialami pada suatu tingkat
keparahan sehingga mengganggu aktivitas/ pekerjaan. Ciri-ciri khasnya yaitu
perasaan cemas dan sifat menghindar. Obat anti-ansietas
mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik, transquilizer minor dan
anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat racun
adalah diazepam atau klordiazepoksid. Obat anti ansietas ini
memberi khasiat menghilangkan rasa cemas melalui penguatan inhibitor GABA (gama
acid amino biturat). GABA adalah neurotransmiter inhibitor utama di sistem
saraf pusat (SSP), Sehingga obat ini akan memberi terapi pada kasus- kasus:
a) Gangguan cemas umum (generalized anxiety disorder)
b) Cemas karena stress pascatrauma
c) Gangguan tidur/ insomnia
d) Phobia
e) Cemas karena PTS (pascatraumatic stress)
f) Cemas dengan kondisi medik
g) Cemas karena tindakan medis
h) Gangguan kejang
i) Histeria
1) Mekanisme
kerja
Sindrom
ansietas disebabkan hiperaktivitasndari system limbic yang terdiri dari
dopaminergic, nonadrenergic, seretonnergic yang dikendalikan oleh GABA ergic
yang merupakan suatu inhibitory neurotransmitter. Obat antiansietas benzodiazepine
yang bereaksi dengan reseptornya yang akan meng-inforce the inhibitory action
of GABA neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda.
2) Cara
Pengguanan
• Klobazam
untuk pasien dewasa dan pada usia lanjut yang ingin tetap aktif
• Lorazepam
untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati atau ginjal
• Alprazolam
efektif untuk ansietas antosipatorik, mula kerja lebih cepat dan mempunyai
komponen efek antidepresan.
• Sulpirid
50 efektif meredakan gejala somatic dari sindroma ansietas dan paling kecil
resiko ketergantungan obat.
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran)
kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal. Dosis
ini dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x dosis awal setiap 2-4
minggu sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan lagi dan
tetap efektif pertahankan 4-8 mingu. Terakhir lakukan tapering off. Pemberian
obat tidak lebih dari 1-3 bulan pada sindroma ansietas yang disebabkan factor
eksternal.
3)
Efek samping
· Sedasi
( rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerka psikomotor menurun, kemampuan
kognitif melemah)
· Relaksasi
otot ( rasa lemas, cepat lelah dan lain-lain)
· Potensi
menimbulkan ketergntungan lebih rendah dari narkotika
· Potensi
ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat dipertahankan
setelah dosis trerakhir berlangsung sangat singkat.
· Penghentian
obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat, pasien menjadi
iritabel, bingung, gelisah, insomania, tremor, palpitasi, keringiat dingin, dan
konvulsi.
4)
Kontra Indikasi
Pasien
dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma, miastenia gravis,
insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati kronik. Pada pasien
usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxal reaction)
berupa kegelisahan, iritabilitas, disinhibisi, spasitas oto meningkat dan
gangguan tidur. Ketergantungan relatif sering terjadi pada individu dengan
riwayat peminum alkohol, penyalagunaan obat atau unstable personalities. Untuk
mengurangi resiko ketergantungan obat, maksimum lama pemberian 3 bulan dalam
rentang dosis terapeutik
5)
Penggolongan obat anti
cemas
No.
|
Nama generik
|
Golongan
|
Sediaan
|
Dosis anjuran
|
1.
|
Diazepam
|
Benzodiazepin
|
Tab 2- 5 mg
|
Peroral
10-30mg/hr,2-3
x/hari
Paenteral
IV/IM
2-10 mg/kali,
setiap 3-4 jam
|
2.
|
Klordiazepoksoid
|
Benzodiazepin
|
Tab 5 mg
Kap 5 mg
|
15-30 mg/hari
2-3 x/sehari
|
3.
|
Lorazepam
|
Benzodiazepin
|
Tab 0,5-2 mg
|
2-3 x 1 mg/hr
|
4
|
Clobazam
|
Benzodiazepin
|
Tab 10 mg
|
2-3 x 10
mg/hr
|
5.
|
Brumazepin
|
Benzodiazepin
|
Tab 1,5-3-6 mg
|
3 x 1,5 mg/hr
|
6.
|
Oksazolom
|
Benzodiazepin
|
Tab 10 mg
|
2-3 x 10 mg/hr
|
7.
|
Klorazepat
|
Benzodiazepin
|
Cap 5-10mg
|
2-3 x 5 mg /
hr
|
8.
|
Alprazolam
|
Benzodiazepin
|
Tab 0,25-0,5-
1 mg
|
3 x 0,25-0,5
mg/hr
|
9.
|
Prazepam
|
Benzodiazepin
|
Tab 5 mg
|
2-3 x 5 mg/hr
|
10.
|
Sulpirid
|
NonBenzodiazepin
|
Cap 50 mg
|
100-200
mg/hari
|
11.
|
Buspiron
|
NonBenzodiazepin
|
Tab 10 mg
|
15-30 mg/hari
|
5. Anti-Insomnia
Sinonimnya
adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya adalah
fenobarbital.
a) Mekanisme
kerja
b) Obat
anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di
susunan saraf pusat yang berperan dalam memperantarai proses tidur.
c) Cara
Penggunaan
· Dosis
anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur.
· Dosis
awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2
minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan
toleransi obat.
· Pada
usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan
untuk menghidari oversedation dan intoksikasi. Lama pemberian tidak lebih dari
2 minggu agar risiko ketergantungan kecil.
d) Efek
samping
Efek samping dari obat anti insomnia
yaitu: supresi SSP pada saat tidur, Rebound Phenomen. Disinhibiting
efect yang menyebabkan perilaku penyerangan dan ganas pada penggunaan golongan
benzodiazepine dalam waktu yang lama
e) Kontra
indikasi
Kontra indikasi dari obat insomnia
yaitu: Sleep apnoe syndrome, Congestive heart failure, Chronic respiratory
disease dan wanita hamil dan menyusui
f) Penggolongan obat anti insomnia
No
|
Nama generik
|
Golongan
|
Sediaan
|
Dosis anjuran
|
1.
|
Nitrazepam
|
Benzodiazepin
|
Tab 5 mg
|
Dewasa
2 tab
Lansia 1 tab
|
2.
|
Triazolam
|
Benzodiazepin
|
Tab 0,125 mg
Tab 0,250 mg
|
Dewasa
2 tab
Lansia
1 tab
Dewasa
2 tab
Lansia 1 tab
|
3.
|
Estazolam
|
Benzodiazepin
|
Tab 1 mg
Tab 2mg
|
1-2 mg/malam
|
4.
|
Chloral
hydrate
|
Non-
Benzodiazepin
|
Soft cap 500 mg
|
1-2
cap, 15-30
menit
sebelum
tidur
|
6. Obat
anti Obsesif-Kompulsif
Dalam
membicarakan obat anti obsesi kompulsi yang menjadi acuan adalah klomipramin. Obat
anti obsesi kompulsi dapat digolongkan menjadi :
1.
Obat anti obsesi kompulsi trisiklik, contoh klomipramin
2.
Obat anti obsesi kompulsi SSRJ, contoh sentralin, paroksin, flovokamin,
Fluoksetin
No.
|
Nama Generik
|
Sediaan
|
Dosis anjuran
|
1.
|
Clompramine
|
Tab 25 mg
|
75-200 mg/hr
|
2.
|
Fluvoxamine
|
Tab 50 mg
|
100-200 mg/hr
|
3.
|
Sertraline
|
Tab 50 mg
|
50-150 mg/hr
|
4.
|
Fluxetine
|
Cap 20 mg,
Caplet 20 mg
|
20-80 mg/hr
|
5
|
Paroxetine
|
Tab 20 mg
|
40-60 mg/ hr
|
a. Mekanisme
kerja
Menghambat
re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.
b. Cara
penggunaan
Sampai
sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah klomipramin.
Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI dimana efek samping
relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah klomopramin mulai dengan 25-50
mg /hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan
25 mg/hari sampai tercaapi dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari). Dosis
pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual, klomipramin
sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum dihentikan lakukan
pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon dapat terlihat dalam
1-2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2-
3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari
7. Obat
Anti panik
Dalam membicarakan antipanik yang
menjadi obat acuan adalah imipramin
No.
|
Nama generik
|
Sediaan
|
Dosis anjuran
|
1.
|
Imipramin
|
Tab 25 mg
|
75-150 mg/hr
|
2.
|
Clomipramin
|
Tab 25 mg
|
75-150 mg/hr
|
3.
|
Alprazol
|
Tab 0,25 mg,
0,5 mg,
1 mg
|
2-4 mg/hr
|
4.
|
Moclobemid
|
Tab 150 mg
|
300-600 mg/hr
|
5.
|
Sertralin
|
Tab 50 mg
|
50-100 mg/hr
|
6.
|
Fluoxetin
|
Cap dan caplet
20
mg
|
20-40 mg/hr
|
7.
|
Parocetin
|
Tab 20 mg
|
20-40 mg/hr
|
8.
|
Fluvoxamine
|
Tab 50 mg
|
50-100 mg/hr
|
a. Mekanisme
kerja
Sindrom
panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di
SSP.
Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada
celah
sinaptik antar neuron
b. Cara
Penggunaan Obat
• Golongan SSRI mempunyai
efek samping yang lebih ringan
• Alprozolam merupakan
obat yang paling kurang toksiknya dan onset kerjanya
lebih
cepat
c. Efek
samping obat
Efek
samping obat anti panik yaitu: mengantuk, sedasi, kewaspadaan berkurang Neurotoksik
d. Lama
Pemberian Obat
• Lamanya pemberian obat
tergantung dari individual, umunya selama 6-12
bulan,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi
penderita
sudah memungkinkan
• Dalam waktu 3 bulan
bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh.
Dalam
keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun.
Setelah itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.
7. KEWASPADAAN PERAWAT
Dalam memberikan terapi psikofarmaka sering menimbulkan efek samping yang
tidak diinginkan. Oleh sebab itu perawat harus mewaspadai setelah obat masuk
kedalam tubuh pasien , Sebagai berikut:
1). Kewaspadaan pada Obat
anti psikotik;
a. Kebutuhan individu sangat bervariasi
b. Gejala akan mereda setelah diberi obat 3 hari sampai 2 minggu
c. Beberapa jenis skizofrenia butuh obat sepanjang hidupnya
d. EPS dan diskinesia Tardif bisa terjadi sebagai efek samping.
e. Terjadinya efek agranulosis
f. Obesitas
2). Kewaspadaan Obat anti depresan:
a. Obat anti depresan bisa letal pada dosis yang berlebih
b. Efek mengantuk
c. Mulut kering
3). Kewaspadaan Obat anti mania :
a. Lithium karbonat sangat toxik dan lethal oleh sebab itu perlu pemantauan
ketat setiap waktu tertentu diperiksa laborat kandungan garam litium dalam
tubuh pasien.
b. Carbamecepim dapat menimbulkan steven jhonson
4). Kewaspadaan Obat anti cemas :
a. Efek adiksi sangat kuat
b. Efek mengantuk
c. Masalah –masalah memori
8. MENGATASI EFEK SAMPING OBAT
Untuk mengatasi efek
samping obat ada beberapa hal yang dapat perawat lakukan yaitu sebagi berikut:
1) Untuk adanyanya gejala EPS diberikan injeksi Diphenhydramin 2 cc dan sulfas
atropin 1ampul.
2) Untuk adanya timbul adiksi dilakukan tapering off.
3) Untuk efek sedasi diberi nasehat tidak boleh menjalankan mesin/
4) Untuk mencegah adanya diskinesia tardive dengan hati-hati pemberian dosis
yang meningkat terutama obat anti psikotik.
5) Untuk mendeteksi ambang letal di periksa laborat tiap 3 bulan
9. PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT
Perawat
harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi psikofarmakologis yang
tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari
pendekatan holistic pada asuhan pasien
1) Pengumpulan data sebelum pengobatan, meliputi:
a. Diagnosa medis
b. Riwayat penyakit
c. Riwayat pengobatan
d. Hasil pemeriksaan laboratorium (yang berkaitan)
e. Jenis obat yang digunakan, dosis, cara dan waktu pemberian
f. Program terapi lain
g. Mengkombinasikan obat dengan terapi modalitas
h. Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga, tentang pentingnya minum
obat dan penanganan efek samping obat
i. Monitor efek samping penggunaan obat
2) Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka
1. Persiapan
a) Melihat order pemberian obat di lembaran obat (di status)
b)
Kaji setiap obat yang
akan diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat, dosis, efek samping dan cara
pemberian/
c) Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
d) Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
2. Lakukan minimal prinsip lima benar dalam pemberian obat
3. Laksanakan program pemberian obat
a)
Gunakan pendekatan
tertentu
b)
Bantu klien minum obat,
jangan ditinggal
c)
Pastikan bahwa obat
telah diminum
d)
Bubuhkan tanda tangan
pada dokumentasi pemberian obat, sebagai aspek legal
4. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui
program rujukan
5. Menyesuaikan dengan terapi non farmakologik
6. Turut serta dalam penelitian tentang obat-obat
psikofarmaka
3)
Evaluasi
Setelah
seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugas terakhir yang
penting harus di lakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi obat efektif jika :
a.
Emotional Stabil
b.
Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
c.
Halusinasi,Agresi,Delusi,Menarik diri menurun
d.
Prilaku Mudah di arahkan
e.
Proses Berpikir ke Arah Logika
f.
Efek Samping Obat
g.
Tanda – tanda Vital
DAFTAR PUSTAKA
Elin.Prof.Dr.dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
Isaacs, Ann.2005.Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Praktek. Edisi
3.Jakarta:EGC
http://www.docstoc.com/docs/51615838/PERAN-PERAWAT-PADA-REHABILITASI-KLIEN-GANGGUAN-JIWA
(11 Oktober
2012)